Sunday, March 31, 2013

Saat Jokowi dikenal Sampai ke Baduy

[caption id="" align="alignleft" width="378"]Wah, Jokowi Sampai Juga ke Baduy Suasana dikampung baduy[/caption]

KOMPAS.com - Pagi hari itu terjadi perbincangan menarik di sebuah rumah milik seorang warga Baduy luar, di Kampung Kadu Ketuk, Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pasalnya, yang mereka bahas adalah seputar Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo. Terdengar aneh memang, tapi ya itu adanya. Serba kebetulan, dan terjadi begitu saja.


Semua bermula ketika Kompas.com tengah berbincang santai bersama beberapa warga Jakarta yang berlibur dengan berwisata budaya di Kampung Baduy, Sabtu (30/3/2013) pagi. Mengisi pagi sambil menyeruput kopi, lalu bertukar cerita tentang pemimpin Jakarta Baru yang mendadak fenomenal dengan hobi blusukan dan citra merakyat. Di tengah perbincangan, seorang warga Baduy luar, Lamri Nur Alam, langsung menyambar sambil berkata : "Jokowi ya? Hebat ya, dia?"


Mendengar itu, sontak kami semua langsung menoleh ke tempat suara berasal. Nampak Kang Lamri (sapaan akrabnya) duduk tak jauh dari tempat kami meriung. "Akang kenal Jokowi?" tanya salah seorang dari kami. "Kenal mah enggak, cuma tahu aja gitu. Katanya hebat ya pembangunannya, orangnya kecil," jawab kang Lamri.


Perbincangan yang semula seru membahas Jokowi, tiba-tiba bergeser arah pada Kang Lamri. Kami coba mengorek-ngorek dari mana dan sejauh apa dia mengenal Jokowi. Singkat kata, Kang Lamri "ngeh" dengan nama Jokowi dari pergaulannya dengan warga di luar Baduy. Sesekali dia juga sempat melihat berita tentang mantan Wali Kota Surakarta itu dari televisi.


Sebagai informasi, warga Baduy (luar dan dalam) seringkali menyaksikan televisi yang terdapat di Kampung Ciboleger, kampung terdekat, di luar kawasan Baduy. Warga Baduy memang masih sangat tradisional, semua warga hidup tanpa aliran listrik, otomatis tanpa televisi. Hal yang paling mencengangkan adalah saat Kang Lamri melontarkan pertanyaan tentang siapa itu Jokowi. Kenal nama, tapi tak tahu Jokowi siapa. Unik.


"Emang dia siapa sih?" ujar kang Lamri polos.


Kami pun tertawa kecil, karena tak menyangka kalau nama besar Jokowi bisa mengalahkan nama Ibu Kota negara yang dipimpinnya. "Hooo Gubernur Jakarta," kata kang Lamri setelah kami jelaskan.


Terlalu asyik berbincang, tak terasa gelas-gelas kopi yang semula terisi penuh telah terkuras habis. Belasan menit kami berbincang santai dengan suasana hangat, khas kekeluargaan suku Baduy. Tiba saatnya kami memulai aktivitas lain.


Siang hari, kami mulai bergerak untuk menuju Kampung Gajeboh, masih di kawasan Baduy luar. Gajeboh adalah kampung ke empat, setelah Kadu Ketuk, Marengo, dan Cibalimbing. Awalnya kami ingin menuju Kampung Cibeo, di kawasan Baduy dalam. Namun karena sedang bulan Kawalu, selain warga Baduy dilarang masuk ke kawasan Baduy dalam. Inilah waktu sakral untuk masyarakat Baduy, di mana mereka (warga Baduy luar dan dalam) akan berpuasa, dan merayakan lebaran Baduy.


Untuk sampai ke Kampung Gajeboh yang jaraknya sekitar dua kilometer, kami memerlukan waktu tempuh sekitar 120 menit berjalan kaki. Pasalnya, selain kontur tanahnya naik-turun dengan kondisi jalan berbatu, kami juga beberapa kali beristirahat sambil berbincang dengan warga Baduy yang kami temui. Di sepanjang perjalanan tampak rumah panggung dan lumbung padi khas suku Baduy, serta hilir mudik warga Baduy (luar dan dalam) yang sibuk dengan aktivitasnya.


Saat kami tiba di Kampung Marengo, kami beristirahat di sebuah rumah warga yang berfungsi ganda sebagai warung. Berbagai kebutuhan pokok dijual di warung yang ditinggali oleh seorang ambu (ibu) berusia paruh baya. Di warung itu, kami berpapasan dengan empat orang yang semuanya warga Kampung Cibeo (Baduy dalam).


Memang dasarnya warga Baduy sudah ramah, sehingga tak sulit bagi kami semua untuk kembali terlibat perbincangan. Banyak hal-hal ringan yang kami bahas. Bercerita soal Jakarta, atau meminta diceritakan mengenai bulan Kawalu langsung dari sumbernya. Kebetulan sekali, salah seorang warga Cibeo itu, Sang-Sang, sangat fasih berbahasa Indonesia. Sang-Sang yang membantu kami menerjemahkan saat kesulitan mencerna Bahasa Sunda Baduy yang khas.


Teringat Kang Lamri yang familiar dengan Jokowi, kami coba mengangkat isu yang sama untuk Sang-Sang dan teman-temannya. Hasilnya cukup mengejutkan, "gerombolan" Sang-Sang kenal Jokowi lebih jauh dari yang kami kira. "Tahu, Gubernur DKI Jakarta kan," kata Sang-Sang, saat kami tanya apakah kenal dengan Jokowi?


Dari hasil berbincang, ternyata Sang-Sang cukup hapal dengan suasana Ibu Kota. Ia sering mengantar kerajinan khas suku Baduy yang dipesan warga di Jakarta. Sekali perjalanan pergi-pulang, dia biasa menghabiskan waktu selama 12-14 hari dengan berjalan kaki. Sebagai warga Baduy dalam, dia memang pantang menikmati fasilitas kendaraan saat bepergian.


Terakhir, dia mengunjungi Jakarta pada tahun lalu, di tengah musim pemilihan Gubernur. Kang Lamri dan Sang-Sang merupakan contoh kecil warga pelosok di luar Jakarta yang mengenal sosok Jokowi. Bahkan bagi Kang Lamri, Jokowi lebih dikenal ketimbang jabatannya sebagai pemimpin Jakarta. Semoga berita besar tentang Jokowi berbanding lurus dengan hasil kinerja, semangat perubahan bangsa yang lebih baik, yang dimulai dari Ibu Kota-nya.

Cara Penggunaan Kartu Jakarta Sehat

Bertepatan dengan Hari Pahlawan, 10 November 2012, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meluncurkan Kartu Jakarta Sehat (KJS), namun hingga saat ini masih banyak masyarakat yang kurang faham cara atau alur penggunaan KJS.


Banyak masyarakat/pasien yang ingin berobat dengan cara langsung mendatangi Rumah Sakit terdekat dengan menunjukkan KJS atau KTP Jakarta, adapun alur atau tahapan penggunaan KJS adalah dimulai dari Puskesmas terdekat, jika pasien tidak bisa ditangani di Puskemas maka sang pasien akan dirujuk ke Rumah Sakit terkait dengan sakit yang diderita pasien.


Berikut beberapa hal yang wajib diketahui oleh Pasien KJS:


MEKANISME PENDAFTARAN KJS :


Peserta KJS adalah warga DKI Jakarta, dibuktikan dengan KTP / KK, diutamakan yang miskin dan kurang mampu
Mendaftarkan diri secara aktif ke Puskesmas terdekat
Kartu Gakin / Kartu Jamkesda lama dapat digunakan


SYARAT ADMINISTRASI UNTUK BEROBAT :


Membawa KTP DKI / KK (bagi yang belum mempunyai KTP)
HARUS berobat ke Puskesmas, jika diperlukan, baru akan diberikan rujukan ke RS


MANFAAT :


UGD Puskesmas atau RS
Rawat Jalan
Rawat inap di Puskesmas dan RS (kelas III)
Perawatan di ICU, ICCU, NICU, PICU, HCU, Isolasi
Tindakan penunjang dan Operasi
Penggunaan Ambulans (Puskesmas/RS/AGD Dinas Kesehatan)


Alur Pelayanan dan Rujukan KJS:



Pos Pemadam Akan Dibuat Hingga Kelurahan

[caption id="attachment_22866" align="alignleft" width="348"] pos pemadam[/caption]

Sebagai langkah antisipasi penanggulanangan kebakaran, setiap kantor kelurahan yang wilayahnya rawan kebakaran akan ditempatkan satuan unit pemadam kebakaran. Dengan begitu, penanggulangan kebakaran lebih cepat tanpa terhambat kemacetan seperti yang selama ini terjadi.


“Kita akan coba, tapi ini masih wacana untuk antisipasi. Kalau perlu menggunakan halaman kelurahan atau lahan pemda lainnya yang memungkinkan kita letakkan unit dengan kapasitas paling tidak 1.500 liter,” ujar Subejo, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (Damkar dan PB) DKI Jakarta, Jumat (29/3).


Menurut Subejo, langkah ini difokuskan untuk kelurahan-kelurahan yang belum ada atau pos unit pemadamnya jauh. Sehingga target response time di bawah 10 menit dari petugas pemadam kebakaran bisa tercapai. “Kita akan coba melakukan pemetaan ulang tentang daerah rawan kebakaran, kemudian jumlah unit kita yang dalam kondisi prima, kalau kurang berapa yang harus ditambah dengan pertimbangan response time kita tekan di bawah 10 menit,” jelasnya.


Namun begitu, lanjut Subejo, mesti ada juga fasilitas pendukung untuk unit yang akan ditempatkan pada kelurahan-kelurahan. Antara lain adanya ruang istirahat pasukan yang sedang piket di kelurahan tersebut. “Kemudian ke depannya akan dibuat saluran air sebagai salah satu upaya ketersediaan air. Kemudian masalah personil nanti coba diajukan dengan sistem kolaborasi antara petugas reguler kita, mungkin dengan masyarakat atau dengan linmas yang di kelurahan berikut Satpol PP. Nah ini nanti kita akan bahas masalah legal basisnya, karena pasti kurang petugas kita,” terang Subejo.


Subejo mengatakan, legal basis tersebut juga sebagai payung hukum untuk memberikan kompensasi kepada pihak yang membantu. “Kalau dengan masyarakat harus seperti apa, karena harus ada konsekuensi ketika dia jaga 24 jam, kita harus perhatikan kompensasinya. Tidak mungkin kita minta dia jaga tapi tidak ada apa-apa dari kita. Malah bisa mengurangi motivasi dan animo masyarakat,” tuturnya.


Untuk itu, Subejo menginginkan agar peralatan yang ada juga bisa memenuhi kebutuhan daerah-daerah yang rawan kebakaran. Agar korban harta maupun jiwa dari bencana kebakaran di Jakarta bisa diminimalisir. “Kalau dari sisi pemadam kita akan percepat response time, termasuk mungkin melengkapi beberapa unit yang masih kurang, misalnya mobil yang kapasitas 2.500 liter itu kalau yang 1.500 liter terlalu kecil. Karena saat ini pos-pos pemadam yang ada baru sekitar 100, dan unit mobil pemadamnya masih di bawah itu,” ucapnya.


Bukan hanya akan membuat pos pemadam di kantor kelurahan, Subejo juga ingin pengusaha mal atau pemilik gedung bisa berpartisipasi dalam pencegahan kebakaran. “Kita imbau pada pengelola mal menyisihkan keuntungannya untuk membina barisan relawan kebakaran (balakar) di daerah mal, itu salah satu CSR yg bisa kita dorong. Sehingga APBD yang ada bisa kita tekan ke program yang lain. Tapi tetap dalam rangka pemberdayaan masyarakat,” tandasnya.[BeritaJakarta]


KJS : Sistem Rujukan Berjalan, Pasien RS Berkurang

[caption id="attachment_22872" align="alignleft" width="355"] kartu jakarta sehat[/caption]

Mulai berjalannya sistem rujukan, membuat pasien rumah sakit (RS) pengguna Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang biasanya melonjak tajam hingga 500 ribu orang, kini jumlahnya mulai menyusut. Sebab, pasien yang selama ini selalu bertumpu di rumah sakit, kini sudah bisa ditangani puskesmas.


Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta, Dien Emmawati mengatakan, setiap bulannya terjadi penurunan pasien pengguna KJS yang langsung ke rumah sakit. Karena masyarakat sudah mengetahui bahwa harus melalui puskesmas sebelum dirujuk ke rumah sakit. “Sistem rujukan sudah mulai berjalan, jadi pasien yang langsung ke rumah sakit sudah berkurang,” kata Dien, Jumat (29/3).


Berdasarkan data dari Dinkes DKI Jakarta pada November pasien pengguna KJS yang berobat di puskesmas mencapai 331 ribu dan 91.393 pasien ke rumah sakit. Sementara pada Desember yakni sebanyak 494 ribu di puskesmas dan 148.459 di rumah sakit. Pada Januari 521.549 pasien di puskesmas dan 42.035 di rumah sakit. Di bulan Februari, jumlah pasien yang berobat ke rumah sakit menurun tajam yakni hanya 1.984 pasien dan 237.949 di puskesmas.


“Dari data tersebut terlihat setiap bulannya pasien yang berobat ke rumah sakit menurun. Alur pelayanan memang harus seperti itu, pasien berobat dulu ke puskesmas, jika bisa ditangani oleh dokter puskesmas maka langsung ditangani, tetapi jika maka dirujuk ke RSUD,” jelas Dien.


Dien menambahkan, di Jakarta terdapat 147 rumah sakit swasta maupun milik pemerintah. Sebanyak 92 rumah sakit telah bekerjasama dengan Pemprov DKI Jakarta untuk melayani pasien KJS. Setidaknya dari 92 rumah sakit tersebut terdapat 7.989 tempat tidur di kelas tiga yang bisa digunakan. Program KJS ini hanya melayani warga miskin dan rentan miskin yakni sebanyak 4,7 juta warga.


Dikatakan Dien, masyarakat saat ini telah menyadari bahwa harus menggunakan rujukan untuk berobat. Kartu yang disebar saat ini baru 3.005, sementara warga yang belum menerima kartu bisa hanya menggunakan KTP dan kartu keluarga saja. “Persyaratan berobat hanya membawa KTP dan KK, serta berobat melalui puskesmas, kecuali dalam keadaan darurat bisa langsung dirawat di rumah sakit,” jelasnya.


Selama 2013 ini, sebanyak 1,9 juta kasus telah ditangani, artinya sudah mencapai 60 persen dibandingkan pada posisi 2012. Agar sistem rujukan bisa berjalan dengan baik, pihaknya juga bekerjasama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).[BeritaJakarta]


100kk telah direlokasi dari waduk pluit ke Rusun Buddha Tzu Chi

[caption id="" align="alignleft" width="333"]relokasi rusun Warga jakarta[/caption]

Untuk mempercepat normalisasi Waduk Pluit, Pemprov DKI Jakarta kembali merelokasi sekitar 100 kepala keluarga (KK) atau sebanyak 300 jiwa warga yang bermukim di sekitar Waduk Pluit ke Rusun Buddha Tzu Chi, Cengkareng, Jakarta Barat. Proses pembongkaran ratusan rumah warga pun langsung dilakukan petugas dibantu jajaran Satpol PP Kecamatan Penjaringan langsung dilakukan.




Koordinator Pelaksanaan Paska Darurat Banjir Waduk Pluit, Heryanto mengatakan, sejak kemarin malam sekitar 100 kepala keluarga (KK) atau 300 jiwa lebih secara bertahap mulai direlokasi ke rusun Buddha Tzu Chi, Cengkareng, Jakarta. Setelah direlokasi ke rusun, sekitar 100 bangunan yang sebelumnya ditempati warga langsung dibongkar. "Sebelumnya perwakilan warga di sini sudah kami ajak ke rusun Buddha Tzu Chi menggunakan dua bus, dan rupanya mereka berminat untuk direlokasi ke rusun tersebut. Bahkan, sudah ada 80 KK yang sudah direlokasi, dan sisanya dilakukan secara bertahap. Kami juga menyiapkan 15 truk untuk mengangkut barang-barang warga ke rusun ," ujar Heryanto, Kamis (28/3).


Dikatakan Heryanto, pembongkaran 100 rumah ini merupakan tahap pertama. Nantinya, tahap kedua akan dilakukan pembongkaran sebanyak 300 bangunan. Namun, pihaknya masih menunggu informasi lebih lanjut dari Dinas Perumahan dan Gedung Pemda DKI Jakarta untuk penempatan warga yang akan direlokasi. "Minimal pekan depan tahap kedua sudah berjalan. Karena ada sekitar 1.000 bangunan yang akan dibongkar pada normalisasi Waduk Pluit. Di rusun Buddha Tzu Chi sudah disiapkan 100 unit untuk 100 KK," katanya.


Ratusan bangunan yang akan dibongkar, sambungnya, kebanyakan bangunan semi permanen, seperti rumah tingal, pos keamanan dan warung. Tak hanya itu, petugas juga akan membongkar halaman parkir apartemen Laguna di sekitar Waduk Pluit.


Wakil Camat Penjaringan, Martua Sitorus menambahkan, sebanyak 40 personil Satpol PP dikerahkan untuk membongkar bangunan dan membantu proses relokasi warga ke rusun. "Tidak ada perlawanan warga saat dilakukan pembongkaran, bahkan ada warga yang membongkar sendiri bangunannya," katanya.


Wida (33), warga Kebon Pisang, Penjaringan, yang terkena pembongkaran mengaku hanya bisa pasrah saat rumahnya dibongkar. Terlebih, rumahnya itu memang berdiri secara ilegal. "Saya dan keluarga masih memikirkan untuk pindah ke rusun, karena letaknya cukup jauh dari tempat saya bekerja. Kalau nggak ada alternatif lain, ya saya pindah ke rusun juga, ikut sama yang lain," tandasnya.



Jokowi Ajak Direksi PT MRT Studi Banding ke Singapura

[caption id="" align="alignleft" width="358"] MRT[/caption]

Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo membawa serta jajaran direksi PT MRT Jakarta untuk studi banding ke Singapura. Dipilihnya Singapura sebagai lokasi studi banding, karena negara itu dinilai baik dalam membangun dan mengembangkan angkutan massal berbasis rel tersebut.


Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki T Purnama menuturkan, pembangunan MRT di Singapura merupakan yang terbaik di dunia. Selain Singapura, kata Basuki, Hongkong juga dinilai berhasil dalam mengembangkan angkutan massal berbasis rel tersebut. "Beliau (Gubernur DKI Jakarta) akan melihat pengembangan MRT di Singapura dan ingin melihat langsung. Studi banding ke Singapura itu juga menyertakan jajaran Direksi PT MRT," ujar Basuki, Minggu (31/3).


Dikatakan Basuki, selain mempelajari MRT, dirinya juga akan mempelajari penataan taman di negeri singa tersebut. "Pak gubernur kebetulan lebih suka taman-taman yang alami tapi dikombinasikan dengan modernisme. Seperti di Singapura itu," katanya.


Rencana pembangunan MRT di Jakarta juga tampaknya segera terwujud. Jokowi pun telah memerintahkan jajaran direksi PT MRT yang baru untuk menetapkan pemenang tender sehingga pembangunannya bisa segera diwujudkan. "Memang yang paling oke Singapura dan Hongkong. Yang jelas, acuan itu kan yang paling dekat ya dua negara itu," katanya.


Nantinya, kata Basuki, Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo akan melaporkan hasil studi bandingnya itu kepada publik. "Nanti biar Pak Gubernur sendiri yang melaporkan hasilnya," ucap Basuki.


Singapura juga dijadikan acuan dalam merealisasikan pembangunan taman kota di Jakarta, khususnya untuk pembangunan Waduk Riario yang akan dijadikan ruang publik dan sarana rekreasi baru warga Jakarta dengan luas lahan mencapai 25 hektar.